Mengenal Wayang, Warisan Budaya Indonesia Produksi Lokal

Minggu, 6 Oktober 2024 09:08 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Perang Wayang
Iklan

Dalam era saat ini, wayang adalah salah satu budaya Indonesia yang perlu dilestarikan. Keberadaan Wayang sendiri sering kali kurang diminati oleh masyarakat, namun hal tersebut tidak menjadi pantangan bagi Sanggar Wayang Kulit Marwanto untuk tetap berproduksi.

Oleh Natashafira Ramadhani

Indonesia adalah negara yang dikenal dengan keragaman seni dan budaya, seni diartikan sebagai segala sesuatu yang dibuat manusia yang memiliki unsur keindahan. Seni mampu membangkitkan emosi atau perasaan orang lain, sedangkan budaya adalah cara hidup yang berkembang bersama pada sekelompok orang secara turun-temurun.

Generasi milenial sebagai generasi penerus bangsa harus dapat mengenal kesenian dan kebudayaan Indonesia yang beragam, dengan mengenal akan membuat kita tertarik dan mempelajari. Kemudian, ketika rasa tertarik dan mempelajari tersebut muncul, langkah berikutnya adalah rasa ikut memiliki hingga pada akhirnya tumbuh rasa mencintai seni dan kebudayaan sendiri. Kesadaran untuk dapat melestarikan, menjaga, dan melindungi warisan budaya harus dimiliki oleh seluruh generasi muda sebagai generasi penerus bangsa di era menurunnya rasa kecintaan terhadap seni dan budaya bangsa.

Kesenian Tradisional Wayang kulit lahir, hidup, dan berkembang terutama dalam masyarakat Jawa. Lakon atau tokoh pemeran serta plot cerita dalam wayang biasanya diambil dari cerita Ramayana dan Mahabaratha. Pertunjukan wayang kulit dimainkan oleh seorang Dalang, yaitu seseorang yang menceritakan sebuah kisah yang diceritakan dengan dialog serta peragaan wayang di balik sebuah layar kain putih yang disinari oleh lampu kuning yang juga diiringi oleh lantunan gendhing Jawa.

  1. Mengenal Sanggar Wayang kulit Marwanto

Saat ini, telah ada banyak komunitas penggiat kesenian Wayang Kulit di Indonesia. Salah satunya adalah Sanggar Wayang Kulit Marwanto yang berlokasi di Desa Kayen, Sonorejo, Sukoharjo, Jawa Tengah. Yang memproduksi kerajinan Wayang Kulit dengan cara yang tradisional dan khas. Di desa ini pula, pada awalnya merupakan desa para pengrajin Wayang Kulit pada tahun 1990, hingga pernah mengalami penurunan akibat krisis moneter pada masa itu. Untuk kedua kalinya mengalami penurunan drastis akibat pandemi COVID-19 yang beberapa tahun silam sempat melanda dunia.

Kini, pak Marwanto beserta tim pekerjanya membuat kerajinan Wayang Kulit dengan tahapan-tahapan yang berdasarkan pakem lama dengan waktu pengerjaan yang tidak sebentar, dan untuk beberapa jenis wayang, tim pekerja pak Marwanto membutuhkan waktu satu sampai dengan dua atau bahkan tiga bulan untuk menyelesaikan satu pesanan. Berikut akan dipaparkan tahapan proses pembuatan kerajinan Wayang Kulit oleh Sanggar Wayang Kulit Marwanto dari awal hingga siap diserahkan kepada pelanggan atau pemesan wayang.

  1. Proses Pembuatan Wayang Kulit

Dalam proses pembuatan wayang oleh Sanggar Wayang Marwanto diawali dengan proses pemilihan kulit kerbau yang berkualitas. Selanjutnya memasuki tahap proses pemotongan, pada tahap ini dilakukan proses memotong kulit sesuai pola wayang yang dibutuhkan. setelah potongan kulit kerbau telah terbentuk pola luaran wayang, memasuki proses yang ketiga adalah proses perendaman, dimana dalam proses perendalam kulit ini biasanya menggunakan kulit mentah yang di rendam terlebih dahulu selama 4 sampai 6 jam dengan tujuan agar kulit kerbau yang sifatnya tebal ini nantinya dapat dengan mudah untuk diukir. Untuk kulit yang tipis cukup direndam di dalam air selama 4 jam, tetapi untuk kulit yang tebal dibutuhkan waktu 6 jam untuk proses perendamannya.

Setelah kulit pola luaran yang direndam dirasa sudah cukup selanjutnya kulit ini memasuki tahap pementhangan atau dapat dijelaskan pada tahap ini kulit tersebut akan dikeringkan di bawah terik matahari. Setelah itu, proses pengambilan kulit dari pemethangan, sehabis dipentang selama kurang lebih 1 minggu lalu kulit diambil dari tempat pementhangan dan didiamkan selama 1 minggu di dalam rumah di suhu ruang untuk menstabilkan kondisi kulit terhadap cuaca.

Proses selanjutnya setelah kulit dirasa sudah lentur dan tidak kaku lagi akibat penjemuran tadi adalah proses ngamplas atau menghaluskan permukaan kulit wayang, yang sebelumnya telah diukir, wayang harus diamplas terlebih dahulu sebelum disungging / diwarnai tujuannya agar permukaan wayang putian rata dan halus. Wayang yang sudah sesuai pola selanjutnya dipahat dengan menggunakan berbagai alat yang dibutuhkan seperti palu alat pemukul, tatah berbagai ukuran untuk mengukir, panduk’an alat untuk landasan kulit, besi penindih gunanya untuk menindih kulit yang sedang ditatah agar tidak mudah bergerak atau bergeser.

Setelah Wayang dipahat, tahap selanjutnya adalah proses sungging / proses mewarnai. proses nyungging / mewarnai memiliki beberapa tahap, yang pertama adalah mutihi yaitu memberi warna dasar putih pada wayang, yang kedua memberi warna termuda selanjutnya warna yang lebih tua. Proses pengerjaan pewarnaan pada wayang biasanya menghabiskan waktu hingga 1 minggu untuk 1 figur wayang.

Pada figur wayang terdapat berbagai jenis warna yang menghiasi permukaan wayang yang menggambarkan ciri-ciri fisik tokoh wayang seperti, warna kulit, warna pakaian, corak selendang atau jarik, dan sebagainya. Biasanya pewarnaan motif emas pada jarik figur wayang menggunakan cat minyak dengan kertas foil, kertas prodiliong di celupkan ke dalam air hingga muncul warna emasnya, untuk pewarnaan sendiri yaitu paten hanya menggunakan beberapa warna seperti merah, biru dan kuning. untuk pewarnaan wayang sendiri menggunakan cat tembok.  Pada pembuatan Kerajinan Wayang Kulit tradisonal ini jasa tarif pewarnaan yang ditentukan yaitu sebesar Rp 300.000 - Rp 1,5 juta tergantung jenis wayang.

Selesai dengan pewarnaan, selanjutnya adalah proses penggapitan. Pengapitan di sini maksudnya adalah tahapan agar wayang nantinya dapat berdiri tegak  ketika ditancapkan pada bilah pohon pisang atau disebut debog dan sebagai pegangan saat dimainkan. Pengapitan ini berbahan dasar dari cula kerbau yang dibentuk mengikuti ukiran wayang, ada yang kecil hingga sedang untuk wayang figur orang, dan paling besar dan panjang untuk figur gunungan. Dalam proses menggapit ini dibutuhkan api kecil untuk memanaskan atau memanggang gapit agar lentur dan mudah untuk dilengkungkan sesuai bentuk wayang yang akan digapit, selanjutnya pemasangan gapit ketubuh wayang dengan mengikat gapit dengan benang.

Diharapkan dengan adanya artikel ini, dapat kita ketahui bersama betapa pentingnya bagi kita untuk menjaga dan melestarikan budaya peninggalan nenek moyang kita yang mengandung makna positif yang tentunya, setelah ini akan kita wariskan kepada generasi kita selanjutnya.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Natashafira Ramadhani

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler